Translate

AlQur'an online

__________________________________________________________________ Dipersembahkan oleh finzmyale.blogspot.com Forward: http://m.alquran-indonesia.com/mquran/index.php/quran

Salam Hormat.

Salam Hormat.
[Kelak jika ayah(Encik ku)dibawah ini telah tiada,seterusnya akulah pengurus blog ini.Salamku,Raga D A].

Blogger's

Blogger's
TelagaPunggur-TanjungPinang. 25 Sep '09.Menuju Bangka Belitung kembali...

Selamat datang di blog kami.

➡️ "Salam damai mesra penuh cinta." ⬅️

Yosaldy Fin Pirdaus Z
Fin Pirdaus Z
(Aldy Rafvel Fin Z)
Cikisa Binti Said Ucin .������
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️

(ENCIK DYNASTI group)
"Que sera sera".

Entri Populer

Laman

Total Tayangan Halaman

Senin, 15 September 2014

Kisah tiga saudara dan adik bungsu penyantap ubi rebus

Alkisah...
Dikampung Rimbakkepoer pada sebuah  hutan hidup 4 orang bersaudara yatim piatu, kesemuanya laki laki. Kedua orang tua mereka sudah lama tiada. Sulung atau anak tertua berumur sekitar 13 tahun bernama Wahid. Saudara kedua berusia 12 tahun dipanggil  Wahab. Ketiga Wahar, 10 tahun dan yang terakhir berusia 8 tahun, sibungsu Walid.
Empat kakak beradik ini memiliki sebidang kebun sebagai harta harisan peninggalan kedua ibu bapak mereka yang didalamnya terdapat ubi dll. Rebus ubi adalah bahan pokok dikarenakan beras susah didapat dan merekapun tidak memiliki ladang. Beras sebenarnya ada tapi untuk mendapatkannya harus naik turun perbukitan menuju pekan.

Suatu ketika saat makan siang, si sulung Wahid bertanya pada ketiga saudaranya.
" Adik adikku, kalau sudah besar mau makan apa ?" Ketiga saudaranya terdiam sesaat mulai berpikir.
" Abang sendiri bila sudah besar nanti mau makan ubi rebus dengan air madu (madu)," tambah Wahid menjelaskan keinginannya lebih lanjut.
" Aku mau makannya dengan mentega," jawab Wahab segera.
" Aku mau makan ubi rebus dengan ikan asin," potong Wahar tak mau ketinggalan.
" Adek juga akan makan ubi rebus dengan kelapa dan jadi raja," jawab si bungsu Walid polos sekenanya.
Spontan Wahid, Wahab dan Wahar terdiam setelah mendengar adik bungsu mereka ingin jadi raja, mereka saling bertatapan.
" Kalau adik bungsu jadi raja kita bisa celaka, akan ia tangkap dah kita akan dihukum serta disiksa, jelas Wahid dengan berbisik pada Wahab dan Wahar.
" Kita juga bisa akan dibunuhnya," tambah Wahab sedikit gemetar.
Merekapun mengatur sesuatu ...

Keesokan harinya Wahid, Wahab dan Wahar mengajak Walid mencari kulat (cendawan). Tanpa curiga Walidpun gembira diajak serta. Padahal Walid akan mereka buang ataw ditinggalkan ditengah hutan, jadi kelaparan dan meninggal disana. Rencana semula si bungsu mau dibunuh tapi diurungkan karena tidak tega.

" Adik tunggu disini, abang bertiga saja mencari kulatnya, jangan kemana mana sebelum abang kembali ya ?"  tegas Wahid sekaligus pesan pada Walid setelah membuat tempat berteduh beratap ilalang sembari memberikan sebotol air minum dan seupih ubi rebus untuk adiknya itu.
" Iya bang, angguk Walid kembali tanpa rasa was was setitikpun.

Hari mulai malam ...
Walid mulai gelisah dan bingung bercampur takut sebab ketiga kakaknya tak kunjung tiba. Ditunggu tak datang datang juga akhirnya Walid berteriak sekuat tenaga sambil menangis memanggil ketiga saudarnya.
" Bang Wahiiiiiiiiiid...
" Bang Wahaaaab....
" Bang Wahaaaaar...
Tiada sautan, hanya gema diujung rimba yang menjawab teriakan sibungsu. Ketiga saudaranya telah lama kembali kegubuk dengan diam diam, mereka meninggalkan Walid kecil sendirian diotak belantara ... (Teganya 😔😭 )

Walid tetap mengingat janji abang abangnya agar tak kemana mana dikarenakan mereka akan kembali. Jika malam tiba, ia naik ke atas pohon, khawatir dengan binatang buas. Bila siang ia turun dan tidur mengganti malam dengan perut melilit dikarenakan tidak ada lagi yang bisa dimakan, ubi rebus seupih dan air minumpun sdh habis. Rasa takut dan isaknya tiada henti menyertai kesendirian dan sepi ...

Walid kecil bergumam , "abang abangku pasti sudah tersesat atau mungkin telah dimangsa binatang buas, sebaiknya aku mencari mereka saja," pikirnya mulai tercetus walau belum baligh.
Diapun mulai bergeas mengikuti arah matahari terbit, berjalan mengikuti sehendak telapak kaki melangkah, tak lupa membawa upih yang telah dikerubungi semut serta botol minuman yang sudah pula kerontang.

Berhari hari keluar masuk rimba akhirnya tibalah ia ditepi sebuah dangau yang ternyata milik pasutri parohbaya.
Dengan takut takut berani Walid kecil mendekati gubuk itu seraya menyapa dari luar saat melihat pintu terbuka, (disana nampak pasangan kakek nenek itu sedang duduk. Nenek bernama Muhay dan sikakek sendiri bernama Ajad).
" Nek, atuk, bolehkah saya minta air minum?" pinta Walid pada pemilik gubuk dengan tubuh yang sempoyongan. Pemilik gubuk melongoh dari jendela yang terbuat dari kulit kayu dan membalas sapaan Walid.
" Boleh, naiklah dulu dan duduklah cu, cucu sangat lemah dan gemetar sekali, nenek akan ambil air minumnya," balas pasangan kakek nenek itu nyaris bersamaan.
Walid kecilpun menaiki tangga dangau panggung itu dengan bertatih dan duduk  sedikit bersandar ditiang tengah setelah sebelumnya berkenalan dan berjabat tangan.
" Ini cu, minumlah dan makanlah tapi hanya ini yang kami punya, mari cu," pinta nenek Muhay sembari menyuguhkan satu tempurung air dan nasi jagung ala kadar.
" Terima kasih nek, atuk," balas Walid sambil mencuci tangan dan mulai makan dengan lahap. Tidak ia perdulikan lagi akan sekujur tubuhnya yang perih bekas  gigitan nyamuk dan teriris rerumputan liar yang didapat dari dalam hutan dan perjalanan panjangnya yang teramat lelah dan menyedihkan ...

Dua jam kemudian ...
Melihat Walid mulai bertenaga, kakek Ajad mulai bertanya bagaimana, dari mana asal usul hingga akhirnya Walid sampai ke dangaunya. Walid menceritakan kisahnya dari a sampai zed  dengan ringkas.
" O syukurlah kamu selamat cu, dihutan itu banyak bahayanya, tinggallah disini tuk sementara waktu dan sesuka cucu, moga saudara saudaramu selamat dan bisa menemukanmu disini," pinta kakek Ajad menghimbau penuh harap.
" Iya tuk dan terima kasih atas kebaikan atok dan nenek," saud Walid dengan senang, rasa takutnya mulai hilang.

Digubuk ini Walid mulai belajar agama dan pelajaran lainnya termasuk ilmu bela diri yang ditempah saban hari dan malam  juga ( waktu sebelum bulan berpurnama) oleh kakek Ajad yang telah menganggap Walid sebagai cucu sendiri. Walid teramat girang bukan kepalang.

17 tahun kemudian ....
Dikampung seberang sekaligus pusat pemerintahan, baginda raja Dirgantara Antak pemilik tahta kerajaan Khatulistiwa sedang mengadakan perlombaan ketangkasan bermain lembing . Barang siapa yang mampu menangkap lemparan tombak raja dan permaisuri serta tuan putri maka akan diangkat menjadi hulubalang serta menjadi pengawal penting istana.
Semula Walid tidak tertarik sama sekali dengan seyembara tersebut dan masih meragukan kemampuannya dalam ilmu bela diri, namun atas nasehat kakek Ajad akhirnya ia bersedia demi bhakti  serta berusaha menyenangkan hati orang yang telah mendidik, mengasuh membinanya dari sejak kecil.
" Cu, ilmu itu bukan untuk membuat orang congkak atau sombong, tak perlu dibanggakan, kemampuan itu bisa berguna bagi orang lain terlebih lagi buat diri sendiri untuk jaga jaga," himbau kakek Ajad pada Walid disebuah senja.

Ringkas cerita, Walid yang terpilih sebagai pemenang menyisihkan beratus peserta lain, dan paduka raja menepati janji. Walidpun mendapat hadiah tambahan berupa seekor kuda yang nanti ia namakan stambal. Nenek Muhay dan kakek Ajad pun diberi hadiah berupa beberapa coin emas dan kain panjang.

Sejak pelantikan hulubalang serta pengawal penting, Walid mulai dengan pekerjaan barunya dan tinggal diistana. Sebenarnya kakek Ajad dan nenek Muhay dipinta raja juga untuk menetap di kompleks istana namun kedua pasangan berusia lanjut ini lebih memilih di gubuk mereka saja. Disetiap waktu lenggang ataw libur panjang , Walid pulang kesana mengendarai kuda kesayangan. Ada hal  aneh, jika ada hal genting yang bersipat urgent maka stambal sangat mengerti dan kuda tersebut bisa terbang seketika untuk mempersingkat jarak. Rahasia ini hanya Pencipta, Walid dan kudanya saja yang tau. Bukan main ..!
Stambal juga sering patroli diudara mengitari istana serta meninjau perbatasan negri baik diluat, didarat maupun udara diluar sepengetahuan raja. Luar biasa ...
( Nah, tuan putri si anak raja semata wayang diam2 sering menyaksikan si stambal me-langit tanpa mengenal empu penunggang, ia mulai penasaran dan berusaha mencari tau).
Meski sudah jadi orang penting ditubuh kekerajaan namun Walid tetap tau siapa dirinya dan selalu mencari cari keberadaan sandara2nya, kangen ...

Berselang beberapa waktu, raja memanggil putri kesayangan bermaksud mencari pendamping hidup buat buah hatinya sekaligus pengganti tahta kerajaan sepeninggal beliau nanti. Maklum bahwa raja tak memiliki seorang putra makhkota.Tuan putri bersedia memenuhi permintaan baginda asalkan calonnya adalah ia yang menentukan sendiri yang tak perlu dari keturunan kerajaan ataw bangsawan, yaitu pemilik kuda terbang. Raja menyanggupi permintan putri satu satunya ini.

" Ananda putri Wara Nusantari," ayahanda baru mendengar masalah kuda terbang ini. Ayahanda tidak mempercayainya jika bukan dari penuturan ananda," berkata raja Dirgantara dihadapan putrinya.
" Sudah berapa kali ananda melihatnya dan siapa pemiliknya"? tanya raja tersebut kembali.
" Maaf ayahanda, sudah 2 hingga tiga kali ananda melihatnya melintas dan berputar diatas kerajaan kita," jawab putri  raja nan cantik jelita penuh semangat.
" Tapi nanda tidak tau siapa pemiliknya ayahanda," tambahnya sedikit malu.


Keesokan hari ...
Raja mengumumkan bagi siapa saja yang memiliki kuda baik pegawai istana  mamupun rakyat civil jelata agar segera mendaftarkan hewan tunggangan tersebut kekerajaan. Semua rakyat patuh akan amanat paduka raja.Walidpun demikian, stambal juga ia daftarkan tanpa tau maksud sebenar. Alasan baginda hanya untuk menghitung jumlah kuda saja. Pada hari H, kuda kuda itu berbaris, joki memakai sebo alias penutup wajah. Kemudian kuda kuda tersebut diminta berlari sekencang kencangnya bersama kemudi si joki mengelilingi istana.

Telah beberapa ratus kuda perserta tampil dengan derap ladam nan gemuruh  serta gesit berlari namun tak ada satupun yg berkenan dengan maksud raja maupun tuan putri. Permaisuripun nyaris putus asa melihat putri kesayangannya kelihatan murung.

Tiba saatnya kuda dengan no lambung 130 mendapat giliran, dipanggil memasuki gelanggang perlombaan. Kuda itu tampak "menunjukkan ala" tidak bersemangat, penonton mulai mengolok, " huuuuuuuuuu, keluar sajalaaah , malu duuunk, kuda kurang makan," celoteh mereka.
Kuda belang tiga itu terus menuju istana dan membungkuk seolah memberi hormat saat tiba dihadapan panggung kehormatan persis didepan raja dan permaisuri serta tuan putri. Namun kemudian ia itupun tiba2 manuver gesit yang dipunggungnya duduk seorang joki berpenutup muka upih, mulai berlari kencang, dan sekitar 100 meter lebih sedepa tiba tiba ia melesat terbang. Weeesssssh .....

Aplous penonton luar biasa, semua senang terlebih lagi keluarga kerajaan. Walid dan stambal berputar mengitari empat penjuru mata angin. 5 menit kemudian turun mulus kearena semula menuju arah penonton dan berhenti persis disamping tempat berdirinya pasangan pasutri kakek Ajad dan nenek Muhay. Pasutri itu terkaget kaget apalagi setelah joki penunggang menyerahkan tali pacu kepada keduanya.

Acara diistirahatkan sejenak...
Paduka raja Dirgantara memerintah agar joki dan kuda perserta segera menuju panggung raja bersila. Walidpun bergegas menuntun stambal datang menghadap.

" Sebelum dilanjutkan, saya ingin bertanya, apakah masih ada perserta lain yang mampu berbuat hal yang sama seperti joki dan kuda yang saat ini berada  didepan saya,?" Tanya raja dengan bijak seraya menunjukkan stambal keaarah perserta perlombaan.

Suasana terdiam, hanya sesekali terdengar ringkik kuda diujung arena. Tidak ada yang menjawab dan semua peserta yang tersisa sangat berasa tidak mampu. Jangankan bisa terbang tapi berlari saja sangat tidak setangkas stambal.

" Baiklah jika demikian adanya, kepada datuk panglima agar segera mendata ulang jumlah kuda keseluruhan," pertegas raja lebih lanjut.

" Anak muda, perkenalkanlah diri dan kuda anda dihadapan permaisuriku, putri dan pegawai istana serta didepan semua rakyat rakyatku sekarang juga," pinta raja   sembari menatap Walid dan kudanya.
" Bukalah tutup wajah kisanak,"ujar raja lebih lanjut dengan menatap mata Walid.
" Dan saya menghormati serta merestui akan apa apa yang menjadi keinginan putri kami nanti," tambah raja dengan bijak sambil melemparkan senyum kepada putrinya, putri Wara Nusantari.

" Ampunkan hamba paduka raja nan bijak, hamba akan memperkenalkan diri beserta kuda hamba, namun izinkan agar penutup wajah hamba dibuka oleh kakek nenek yang ada dibarisan sana," jawab Walid dengan menunjukkan orang yang ia pinta.
Raja menyanggupi, prajurid diminta menjemput siapa orang yang dimaksudkan.

" Nenek dan kakek, tolong tanggalkan segera penutup wajah anak muda penunggang kuda ini , kakek membuka ikatan dan upihnya dilepas oleh nenek," pinta raja kepada pasutri warganya.
" Ampun paduku, titah paduka akan kami berdua perbuat," jawab kakek Ajad pada raja sembari tak habis pikir dan memulai mengangkat titah.
Perlahan simpul tali ditengkuk joki dibuka dan nenek Muhay segera melepas upih penutup, sreeeeeet ....

Betapa terkejutnya raja Dirgantara Antak, permaisuri, putri Wara Nusantari, nenek kakek serta penonton yang tetap memadati arena perlombaan , bahwa penunggang kuda itu adalah Walid !
Terlebih lagi putri Wara, ia sangat senang hati, teramat girang. Pengawal yang membebaskannya dari kejaran ular berbisa saat berburu adalah Walid, pengajarnya dalam ilmu bela diri adalah Walid, pelindung dan penyelamatnya saat dihadang dan dirompak penyamun warga kerajaan negri Halahalapayah adalah Walid. Dan penunggang kuda terbang yang ia impikan adalah orang yang sama,Walid !

" Ampunkan hamba paduka raja beribu ribu ampun, dan kuda saya bernama stambal," sembah Walid membungkuk setelah upih penutup wajahnya terlepas.

Ringkas cerita...
Walid dinikahkan oleh paduka raja Dirgantara dengan putrinya sekaligus dinobatkan sebagai raja mengganti kepimpinan dikarenakan beliau memilih tuk beristirahat. Walid dan putri Wara Nusantari memerintah dengan arif bijaksana, rakyat sangat senang dan bertambah sejahtera.

Suatu hari pagi pagi sekali Walid mengajak prajuridnya untuk menelusuri batas batas kerajaan sekaligus berburuh dengan mengenakan pakaian rakyat biasa. Perbekalan dipersiapkan untuk berminggu minggu kedepan. Tampuk pemerintahan ia serahkan sementara kepada permaisuri Wara Nusantari.

Dihari kesekian disebuah senja,..
Mereka akhirnya sampai pada sebuah perkebunan yang masih masuk dalam toritorial kerajaan Khatulistiwa. Tampak diujung lembah asap api mengepul  yang sepertinya sedang membakar rumput dan dedaunan kering. Rombongan dihentikan. Seluruh pasukan diminta istirahat dan agar tidak membuat kebisingan. Walid turun dari stambal serta meminta agar prajurid tetap ditempat semula sambil mengamati keadaan sekitar. Walid sepertinya pernah mengenal daerah ini, iapun menuju lahan dengan petunjuk asap api tersebut, ketika akan sampai ia mengendap agar tidak diketahui keberadaannya oleh pemilik perkebunan.

Dari ruang gubuk terdengar beberapa orang sedang bercakap cakap.
" Coba kalau adek kita masih ada maka pasti kita sedang makan ubi bersamanya sekarang," ujar seseorang.
" Ia, ini semua salah kita bertiga," timpal seorangnya lagi.
" Entah bagaimana nasibnya sekarang sejak ia kita tinggalkan dihutan lebat sana, hidup atau matikah dia,?" jawab orang ketiga.
" Tapi kalau kita tidak membuangnya maka kalau ia menjadi raja maka pasti akan menangkap dan menghukum kita," tambah lelaki pertama menjelaskan.

Raja Walid mendengar segala obrolan itu dan ia bertambah yakin bahwa pemilik kebun ini maupun orang orang yang ada didalam dangau tua itu adalah saudara2nya. Darahnya mengalir saat mendengar penjelasan bahwa ia sengaja dibuang. Emosi Walid tiba tiba naik! Waakh!
Ia ingin mendengar obrolan lebih mendekat lagi tapi saat melangkap tanpa sadar terinjak sebuah ranting kering. Suara pijakan ranting patah itu membuat pemilik dangau terjaga.
" Siapa diluar sana?" Tanya sulung terbata bata.
" Saya musafir kisanak,bolehkah saya menumpang minum," Jawab Walid sedikit gugup.
" Naiklah, akan saya ambilkan" sambung sisulung lagi.

Walid naik tangga dan duduk dekat pintu. Didepannya sangat jelas kelihatan uap rebusan ubi yang baru diangkat dari kenceng tanpa apa apa sebagai pendamping.
" Ini air minumnya kisanak, minum dan bawalah rebusan ubi ini untuk bekal dijalan," kata sisulung sambil membungkus ubi dalam upih.
" Terima kasih kisanak atas kebaikan kisanak bertiga dan saya pamit meneruskan perjalanan ," balas Walid sambil menatap wajah wajah saudaranya yang selama ini dirindukan sesaat setelah menerima kemasan ubi rebus tadi seiring perlahan menuruni tangga gubuk.

Walid berjalan menuju rombongan kerajaan sambil makan ubi pemberian ketiga saudaranya dengan menangis. Perasaan senang riang dan sesak, kesal bercampur aduk dihatinya.
" O, rupanya abang abangku tidak tersesat dan bukan dimangsa bintang buas".
" Aku oleh mereka sengaja tinggalkan dibelantara"!
" Aku sengaja mereka buang "!
" Apa salahku, apa takut kalau aku jadi raja? " Apa raja akan menghukum orang orang yang tidak bersalah"? gumam Walid tak habis pikir seiring air mata jatuh bersimbah mengenang nasib.
" Kini aku telah menjadi raja Khatulistiwa, aku akan menangkap dan menghukum mereka,"! tekad Walid dalam benak ketika ia sudah sampai dirombongn kerajaan kembali. [ Wadduh, bahaya nih! ]

Hari mulai malam. Bintang bintang bertaburan diangkasa lepas. Malam itu juga Walid memutuskan untuk kembali ke pusat kerajaan. Walid menceritakan segala pengalaman yang ia lalui kepada Wara Nusantari istrinya beberapa saat setelah tiba. Putri raja satu satunya itu tertegun dan ikut setuju ketika Walid menyebut tentang sebuah acara yang rencananya akan ia atur sedemikian rupa. Walidpun menyampaikan rancangan yang sama pada mertuanya raja Dirgantara dan ratu.

Seminggu kemudian...
Raja mengirimkan kembali bala tentara dengan persenjataan lengkap kekampung Rimbakkepoer dengan pesan khusus kepada datuk panglima.
" Tangkap dan bawa 3 bersaudara dikampung itu kemari dan jaga dengan baik keselamatan mereka, bilamana mereka melawan atau tidak mau ikut bujuklah, bila tetap menolak berikan sedikit perlawanan, tapi ingat; jangan sampai ada yang terluka setitikpun jua,"  pertegas Walid sungguh sungguh.

Di istana, Walid memanggil koki koki terbaikna untuk mempersiapkan segala makanan yang enak enak dan memesan masakan dalam menu yang sangat teramat special.

Beberapa hari kemudian dipertengah hari...
Datuk panglima kembali lagi keistana dengan membawa hasil tangkapan target yang dimaksudkan oleh paduka raja tempatnya mengabdi. Ke 3 orang tersebut dibawa menghadap ke istana yang selanjutnya ditempatkan di ruang perjamuan tamu khusus, "VIP" nya kerajaan. Disana telah disediakan 4 kursi yang masing masing didepan tempat duduk telah disiapkan satu porsi masakan didalam dulang saji tertutup.

" Kisanak, taukah kesalahan apa kisanak ber 3 perbuat? tanya raja Walid berwibawa memulai percakapan memecahkan suasana hening yang sedikit mencekam.
" Kisanak bertiga akan diadili, tapi sebelum saya bertanya tentang apa apa yang jadi kesalahan kisanak dan hukuman yang nanti akan diberikan maka alangkah baiknya kita bersantap siang terlebih dahulu," sambung raja Walid.
" Sila membuka tutup saji masing masing yang sudah tersedia diatas meja dan mulailah bersantap, silahkan sekarang juga kisanak dan jangan melawan sebab waktu hanya tinggal sedikit," pertegas Walid kembali tanpa memberi kesempatan bicara sembari mentap wajah ketiga saudaranya itu dengan tangis tertahan.

Wahid membuka tutup saji pertama kali, didepannya terhidang ubi rebus hangat dan secawan madu.
Wahabpun berbuat sama, dimejanya tersedia ubi rebus dan semangkuk mentega. 
Wahar menyusul tindakan dua saudaranya tadi, baginya tersaji ubi rebus  dan ikan asin.
Spontan ke 3 saudara ini jadi saling bertatapan bergiliran dan tiba tiba menangis sejadi jadinya. Raja Walid sempat bingung dan bertanya; 
" Mengapa kisanak pada menangis dan tidak melaksanakan perintah raja?"
" Ampunkan hamba paduka raja," kami tidak jadi makan dikarenakan teringat pada adik bungsu kami," jawab Wahid dan Wahab serta Wahar berbarengan.
" Apaaa, adik bungsu? Apa kisanak masih ada saudara lain, jika ada dimana ia sekarang," tanya raja Walid dengan menahan haru bercampur sedikit geram.
" Ampun paduka. Iya, ada paduka raja, sebenarnya kami empat saudara, adik kami itu bila nanti sudah besar mau jadi raja.Kami takutkan jika ia  menjadi raja maka kami akan ia tangkap dan dihukum serta akan ia bunuh, makanya ia kami buang ditengah hutan belantara," jawab Wahid mengakui perbuatannya to the point.
" O begitu, terus bagaimana kira kira nasibnya sekarang kisanak,"? tanya raja Walid berkernyit pura pura tidak tau.
" Ampun paduka beribu ampun, kami  tidak tau keberadaannya lagi," jawab Wahab menyela.
" Andaikata adek bungsu kisanak itu saat ini berada ditengah tengah kisanak maka tindakan apa yang kisanak perbuatkan? tanya raja Walid ingin tau.
" Kami akan meminta maaf, gembira melihatnya, akan memeluknya dan akan makan bersamanya membagi makanan kami kami ini," jawab Wahar mendahului saudara saudaranya.

Raja Walid tiba tiba melepaskan jubah  kebesarannya lalu meraih keranjang rotan, terus berjalan dan tiba tiba duduk dikursi ke empat dengan serta merta membuka tutup saji yang berada diatas mejanya.
" Inikah makanan yang mau dinikmati oleh adek kisanak itu bila ia sudah besar,? tanya Walid kembali sambil menunjukkan rebusan ubi hangat dan parutan kelapa kepada ke tiga saudaranya.
" Inikah botol minuman dan upih wadah ubi rebus untuk bekal adek kisanak selama ia dibuang dilautan rimba,? bertanya Walid kembali kepada ketiga saudaranya dengan mengangkat upih pinang dan botol yang tetak ia simpan hingga sekarang.

" Ampun paduka raja, iya benar semuanya," jawab Wahid, Wahab dan Wahar serentak pada saat yang bersamaan tanpa komando dengan tercengang cengang penuh tanya.
" Apakah adek kisanak bernama Walid dan apa ciri ciri yang ada di tubuhnya?tanya raja Walid kembali dengan sedikit menguji.
" Ampun paduka, adik kami yang bungsu memang bernama Walid, dibelakang pundak kanannya ada bekas luka tertusuk kayu saat main pedang pedangan.
Raja Walid kemudian membuka bajunya dan memperlihatkan tanda yang dimaksudkan .
" Apakah tandanya mirip seperti ini ", lanjut raja Walid sambil membungkukkan pundak sedikit.
" Ampun paduka raja, persis demikian kurang lebih," imbuh Wahid sedikit gugup.

" Akulah Walid itu saudara2 ku, akulah Walid kecil yang ditinggalkan dan yang dibuang.

Wahid, Wahab dan Wahar tertunduk tanpa kata, mereka hanya berkata dalam hati bahwa nasib mereka akan segera berakhir ditangan algojo. Perasaan takut mulai hadir dijiwa mereka.
Melihat situsi itu raja Walid tak mampu lagi memendang kerinduan panjangnya, tanpa basa basi lagi ia segera menemui dan memeluk saudaranya satu persatu. Mereka berpelukan dengan terisak melepas rindu diteruskan dengan bersantap siang menghabiskan makanan cita cita. [ hehehe... ].

" Abangku Wahid, abangku Wahab dan abangku Wahar, ini adalah istriku putri Wara Nusantari, nenek kakek ini yang membesarkankku," jelas Walid memperkenalkan.
Dan dikursi sebelah kanan sana adalah raja diraja berserta bunda ratu," terang Walid lebih rinci.
" Dan bagaimanapun saya tetap menjatuhkan hukuman kepada abang abang semua atas keslahan besar yang diperbuat agar hal serupa tidah terjadi pada Walid Walid yang lain.

Semua terdiam bercampur gelisah mendengar pengakuan raja Walid yang terahir ini, terlebih lagi Wahid, Wabah dan Wahar. Mereka bertanya tanya kira kira hukuman apa yang akan dijatuhkan, hanya putri Wara, nenek Muhay dan kakek Ajad saja yang kelihatan tenang.

Raja Wahidpun segera memutuskan:
" Sebagai hukumannya," ( raja Walid terdiam beberapa saat yang sengaja membuat surprise , suasana kelihatan agak mencekam sedikit ).
" Kepada abang2ku dijatuhkan hukuman yang sama, yaitu agar tidak meninggalkan aku lagi !".

Gemuruh tepuk tangan mewarnai ruang perjamuan raja. Disana berkumpulnya kembali empat saudara penyantap ubi rebus ....

                              - Habis -

@.Cerita rakyat dari mulut kemulut, seperti yang disampaikan oleh Alm ayah Encikku tercinta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pengikut