Translate

AlQur'an online

__________________________________________________________________ Dipersembahkan oleh finzmyale.blogspot.com Forward: http://m.alquran-indonesia.com/mquran/index.php/quran

Salam Hormat.

Salam Hormat.
[Kelak jika ayah(Encik ku)dibawah ini telah tiada,seterusnya akulah pengurus blog ini.Salamku,Raga D A].

Blogger's

Blogger's
TelagaPunggur-TanjungPinang. 25 Sep '09.Menuju Bangka Belitung kembali...

Selamat datang di blog kami.

➡️ "Salam damai mesra penuh cinta." ⬅️

Yosaldy Fin Pirdaus Z
Fin Pirdaus Z
(Aldy Rafvel Fin Z)
Cikisa Binti Said Ucin .������
⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️⭐️

(ENCIK DYNASTI group)
"Que sera sera".

Entri Populer

Laman

Total Tayangan Halaman

Senin, 23 November 2015

Wali songo utusan Khalifah

WALI SONGO UTUSAN KHALIFAH

Bisa dikatakan tak akan ada Islam di Indonesia tanpa peran khilafah. Orang sering mengatakan bahwa Islam di Indonesia, khususnya di tanah Jawa disebarkan oleh Walisongo. Tapi tak banyak orang tahu, siapa sebenarnya Walisongo itu? Dari mana mereka berasal? Tidak mungkin to mereka tiba-tiba ada, seolah turun dari langit?

Dalam kitab Kanzul ‘Hum yang ditulis oleh Ibn Bathuthah yang kini tersimpan di Museum Istana Turki di Istanbul, disebutkan bahwa Walisongo dikirim oleh Sultan Muhammad I. Awalnya, ia pada tahun 1404 M (808 H) mengirim surat kepada pembesar Afrika Utara dan Timur Tengah yang isinya meminta dikirim sejumlah ulama yang memiliki kemampuan di berbagai bidang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa.

Jadi, Walisongo sesungguhnya adalah para dai atau ulama yang diutus khalifah di masa Kekhilafahan Utsmani untuk menyebarkan Islam di Nusantara. Dan jumlahnya ternyata tidak hanya sembilan (Songo). Ada 6 angkatan yang masing-masing jumlahnya sekitar sembilan orang. Memang awalnya dimulai oleh angkatan I yang dipimpin oleh Syekh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, pada tahun 1400 an. Ia yang ahli politik dan irigasi itu menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara. Seangkatan dengannya, ada dua wali dari Palestina yang berdakwah di Banten. Yaitu Maulana Hasanudin, kakek Sultan Ageng Tirtayasa, dan Sultan Aliudin. 
Jadi, masyarakat Banten sesungguhnya punya hubungan biologis dan ideologis dengan Palestina.

Lalu ada Syekh Ja’far Shadiq dan Syarif Hidayatullah yang di sini lebih dikenal dengan sebutan Sunan Kudus dan Sunan Gunung Jati. Keduanya juga berasal dari Palestina. Sunan Kudus mendirikan sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang kemudian disebut Kudus – berasal dari kata al Quds (Jerusalem).

Dari para wali itulah kemudian Islam menyebar ke mana-mana hingga seperti yang kita lihat sekarang. Oleh karena itu, sungguh aneh kalau ada dari umat Islam sekarang yang menolak khilafah. Itu sama artinya ia menolak sejarahnya sendiri, padahal nenek moyangnya mengenal Islam tak lain dari para ulama yang diutus oleh para khalifah.

Islam masuk ke Indonesia pada abad 7M (abad 1H), jauh sebelum penjajah datang. Islam terus berkembang dan mempengaruhi situasi politik ketika itu. Berdirilah kesultanan-kesultanan Islam seperti di Sumatera setidaknya diwakili oleh institusi kesultanan Peureulak (didirikan pada 1 Muharram 225H atau 12 November tahun 839M), Samudera Pasai, Aceh Darussalam, Palembang; Ternate, Tidore dan Bacan di Maluku (Islam masuk ke kerajaan di kepulauan Maluku ini tahun 1440); Kesultanan Sambas, Pontianak, Banjar, Pasir, Bulungan, Tanjungpura, Mempawah, Sintang dan Kutai di Kalimantan.

Adapun kesultanan di Jawa antara lain: kesultanan Demak, Pajang, Cirebon dan Banten. Di Sulawesi, Islam diterapkan dalam institusi kerajaan Gowa dan Tallo, Bone, Wajo, Soppeng dan Luwu. Sementara di Nusa Tenggara penerapan Islam di sana dilaksanakan dalam institusi kesultanan Bima. 

Setelah Islam berkembang dan menjelma menjadi sebuah institusi maka hukum-hukum Islam diterapkan secara menyeluruh dan sistemik dalam kesultanan-kesultanan tersebut.

PERIODE DAKWAH WALI SONGO

Kita sudah mengetahui bahwa mereka adalah Maulana Malik Ibrahim ahli tata pemerintahan negara dari Turki, Maulana Ishaq dari Samarqand yang dikenal dengan nama Syekh Awwalul Islam, Maulana Ahmad Jumadil Kubra dari Mesir, Maulana Muhammad al-Maghrabi dari Maroko, Maulana Malik Israil dari Turki, Maulana Hasanuddin dari Palestina, Maulana Aliyuddin dari Palestina, dan Syekh Subakir dari Persia. Sebelum ke tanah Jawa, umumnya mereka singgah dulu di Pasai. 

Adalah Sultan Zainal Abidin Bahiyan Syah penguasa Samudra Pasai antara tahun 1349-1406 M yang mengantar Maulana Malik Ibrahim dan Maulana Ishaq ke Tanah Jawa.
Pada periode berikutnya, antara tahun 1421-1436 M datang tiga da’i ulama ke Jawa menggantikan da’i yang wafat. Mereka adalah Sayyid Ali Rahmatullah putra Syaikh Ibrahim dari Samarkand (yang dikenal dengan Ibrahim Asmarakandi) dari ibu Putri Raja Campa Kamboja (Sunan Ampel), Sayyid Ja’far Shadiq dari Palestina (Sunan Kudus), dan Syarif Hidayatullah dari Palestina cucu Raja Siliwangi Pajajaran (Sunan Gunung Jati).

Mulai tahun 1463M makin banyak da’i ulama keturunan Jawa yang menggantikan da’i yang wafat atau pindah tugas. Mereka adalah Raden Paku (Sunan Giri) putra Maulana Ishaq dengan Dewi Sekardadu, putri Prabu Menak Sembuyu, Raja Blambangan; Raden Said (Sunan Kalijaga) putra Adipati Wilatikta Bupati Tuban; Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang); dan Raden Qasim Dua (Sunan Drajad) putra Sunan Ampel dengan Dewi Condrowati, putri Prabu Kertabumi Raja Majapahit.

Banyaknya gelar Raden yang berasal dari kata Rahadian yang berarti Tuanku di kalangan para wali, menunjukkan bahwa dakwah Islam sudah terbina dengan subur di kalangan elit penguasa Kerajaan Majapahit. Sehingga terbentuknya sebuah kesultanan tinggal tunggu waktu.

Hubungan tersebut juga nampak antara Aceh dengan Khilafah Utsmaniyah. Bernard Lewis menyebutkan bahwa pada tahun 1563M, penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istambul untuk meminta bantuan melawan Portugis sambil meyakinkan bahwa sejumlah raja di kawasan tersebut telah bersedia masuk agama Islam jika kekhalifahan Utsmaniyah mau menolong mereka.
Saat itu kekhalifahan Utsmaniyah sedang disibukkan dengan berbagai masalah yang mendesak, yaitu pengepungan Malta dan Szigetvar di Hungaria, dan kematian Sultan Sulaiman Agung. Setelah tertunda selama dua bulan, mereka akhirnya membentuk sebuah armada yang terdiri dari 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya yang mengangkut persenjataan dan persediaan untuk membantu masyarakat Aceh yang terkepung.

Namun, sebagian besar kapal tersebut tidak pernah tiba di Aceh. Banyak dari kapal-kapal tersebut dialihkan untuk tugas yang lebih mendesak yaitu memulihkan dan memperluas kekuasaan Utsmaniyah di Yaman. Ada satu atau dua kapal yang tiba di Aceh. Kapal-kapal tersebut selain membawa pembuat senjata, penembak, dan teknisi juga membawa senjata dan peralatan perang lainnya, yang langsung digunakan oleh penguasa setempat untuk mengusir Portugis. Peristiwa ini dapat diketahui dalam berbagai arsip dokumen negara Turki.

Hubungan ini nampak pula dalam penganugerahan gelar-gelar kehormatan diantaranya Abdul Qadir dari Kesultanan Banten misalnya, tahun 1048 H (1638 M) dianugerahi gelar Sultan Abulmafakir Mahmud Abdul Kadir oleh Syarif Zaid, Syarif Mekkah saat itu. Demikian pula Pangeran Rangsang dari Kesultanan Mataram memperoleh gelar Sultan dari Syarif Mekah tahun 1051 H (1641 M ) dengan gelar Sultan Abdullah Muhammad Maulana Matarami. Pada tahun 1638 M, sultan Abdul Kadir Banten berhasil mengirim utusan membawa misi menghadap syarif Zaid di Mekah.

Hasil misi ke Mekah ini sangat sukses, sehingga dapat dikatakan kesultanan Banten sejak awal memang meganggap dirinya sebagai kerajaan Islam, dan tentunya termasuk Dar al-Islam yang ada di bawah kepemimpinan Khalifah Turki Utsmani di Istanbul. Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar sultan dari Syarif mekah.

Hubungan erat ini nampak juga dalam bantuan militer yang diberikan oleh Khilafah Islamiyah. Dalam Bustanus Salatin karangan Nuruddin ar-Raniri disebutkan bahwa kesultanan Aceh telah menerima bantuan militer berupa senjata disertai instruktur yang mengajari cara pemakaiannya dari Khilafah Turki Utsmani (1300-1922).

Bernard Lewis (2004) menyebutkan bahwa pada tahun 1563 penguasa Muslim di Aceh mengirim seorang utusan ke Istanbul untuk meminta bantuan melawan Portugis. Dikirimlah 19 kapal perang dan sejumlah kapal lainnya pengangkut persenjataan dan persediaan; sekalipun hanya satu atau dua kapal yang tiba di Aceh.
Tahun 1652 kesultanan Aceh mengirim utusan ke Khilafah Turki Utsmani untuk meminta bantuan meriam. Khilafah Turki Utsmani mengirim 500 orang pasukan orang Turki beserta sejumlah besar alat tembak (meriam) dan amunisi. Tahun 1567, Sultan Salim II mengirim sebuah armada ke Sumatera, meski armada itu lalu dialihkan ke Yaman. Bahkan Snouck Hourgroye menyatakan, “Di Kota Makkah inilah terletak jantung kehidupan agama kepulauan Nusantara, yang setiap detik selalu memompakan darah segar ke seluruh penduduk Muslimin di Indonesia.” Bahkan pada akhir abad 20, 

Konsul Turki di Batavia membagi-bagikan al-Quran atas nama Sultan Turki.
Di istambul juga dicetak tafsir al-Quran berbahasa melayu karangan Abdur Rauf Sinkili yang pada halaman depannya tertera “dicetak oleh Sultan Turki, raja seluruh orang Islam”. Sultan Turki juga memberikan beasiswa kepada empat orang anak keturunan Arab di Batavia untuk bersekolah di Turki.
Pada masa itu, yang disebut-sebut Sultan Turki tidak lain adalah Khalifah, pemimpin Khilafah Utsmaniyah yang berpusat di Turki. Selain itu, Snouck Hurgrounye sebagaimana dikutip oleh Deliar Noer mengungkapkan bahwa rakyat kebanyakan pada umumnya di Indonesia, terutama mereka yang tinggal di pelosok-pelosok yang jauh di penjuru tanah air, melihat stambol (Istambul, kedudukan Khalifah Usmaniyah) masih senantiasa sebagai kedudukan seorang raja semua orang mukmin yang kekuasaannya mungkin agaknya untuk sementara berkurang oleh adanya kekuasaan orang-orang kafir, tetapi masih dan tetap [dipandang] sebagai raja dari segala raja di dunia. Mereka juga berpikir bahwa “sultan-sultan yang belum beragama mesti tunduk dan memberikan penghormatannya kepada khalifah.” Demikianlah, dapat dikatakan bahwa Islam berkembang di Indonesia dengan adanya hubungan dengan Khilafah Turki Utsmani.

Dengan demikian, keterkaitan Nusantara sebagai bagian dari Khilafah, baik saat Khilafah Abbasiyah Mesir dan Khilafah Utsmaniyah telah nampak jelas pada pengangkatan Meurah Silu menjadi Sultan Malikussaleh di Kesultanan Samudra-Pasai Darussalam oleh Utusan Syarif Mekkah, dan pengangkatan Sultan Abdul Kadir dari Kesultanan Banten dan Sultan Agung dari Kesultanan Mataram oleh Syarif Mekkah.
Dengan mengacu pada format sistem kehilafahan saat itu, Syarif Mekkah adalah Gubernur (wali) pada masa Khilafah Abbasiyah dan Khilafah Utsmaniyah untuk kawasan Hijaz. Jadi, wali yang berkedudukan di Mekkah bukan semata penganugerahan gelar melainkan pengukuhannya sebagai sultan. Sebab, sultan artinya penguasa. Karenanya, penganugerahan gelar sultan oleh wali lebih merupakan pengukuhan sebagai penguasa Islam. Sementara itu, kelihatan Aceh memiliki hubungan langsung dengan pusat khilafah Utsmaniyah di Turki.

Kesimpulan:

Jumlah dai yang diutus ini tidak hanya sembilan (Songo). Bahkan ada 6 angkatan yang dikirimkan, masing-masing jumlanya sekitar sembilan orang. (Versi lain mengatakan 7 bahkan 10 angkatan karena dilanjutkan oleh anak / keturunannya)

Para Wali ini datang dimulai dari Maulana Malik Ibrahim, asli Turki. Beliau ini ahli politik & irigasi, wafat di Gresik.
- Maulana Malik Ibrahim ini menjadi peletak dasar pendirian kesultanan di Jawa sekaligus mengembangkan pertanian di Nusantara.

- Seangkatan dengan beliau ada 2 wali dari Palestina yg berdakwah di Banten; salah satunya Maulana Hasanudin, beliau kakek Sultan Ageng Tirtayasa.

- Juga Sultan Aliyudin, beliau dari Palestina dan tinggal di Banten. Jadi masyarakat Banten punya hubungan darah & ideologi dg Palestina.

- Juga Syaikh Ja'far Shadiq & Syarif Hidayatullah; dikenal disini sebagai Sunan Kudus & Sunan Gunung Jati; mereka berdua dari Palestina.

- Maka jangan heran, Sunan Kudus mendirikan Kota dengan nama Kudus, mengambil nama Al-Quds (Jerusalem) & Masjid al-Aqsha di dalamnya.
(Sumber Muhammad Jazir, seorang budayawan & sejarawan Jawa , Pak Muhammad Jazir ini juga penasehat Sultan Hamengkubuwono X).
Adapun menurut Berita yang tertulis di dalam kitab Kanzul ‘Hum karya Ibnul Bathuthah, yang kemudiah dilanjutkan oleh Syekh Maulana Al Maghribi.
Sultan Muhammad I itu membentuk tim beranggotakan 9 orang untuk diberangkatkan ke pulau Jawa dimulai pada tahun 1404. Tim tersebut diketuai oleh Maulana Malik Ibrahim yang merupakan ahli mengatur negara dari Turki.

Wali Songo Angkatan Ke-1, tahun 1404 M/808 H. Terdiri dari:
1. Maulana Malik Ibrahim, berasal dari Turki, ahli mengatur negara. 
2. Maulana Ishaq, berasal dari Samarkand, Rusia Selatan, ahli pengobatan. 
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, dari Mesir. 
4. Maulana Muhammad Al Maghrobi, berasal dari Maroko. 
5. Maulana Malik Isro’il, dari Turki, ahli mengatur negara. 
6. Maulana Muhammad Ali Akbar, dari Persia (Iran), ahli pengobatan. 
7. Maulana Hasanudin, dari Palestina. 
8. Maulana Aliyudin, dari Palestina. 
9. Syekh Subakir, dari Iran, Ahli ruqyah.
Wali Songo Angkatan ke-2, tahun 1436 M, terdiri dari :

1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan 
2. Maulana Ishaq, asal Samarqand, Rusia Selatan 
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir 
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko 
5. Sunan Kudus, asal Palestina 
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina 
7. Maulana Hasanuddin, asal Palestina 
8. Maulana 'Aliyuddin, asal Palestina 
9. Syekh Subakir, asal Persia Iran.

Wali Songo Angkatan ke-3, 1463 M, terdiri dari:
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan 
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim 
3. Maulana Ahmad Jumadil Kubro, asal Mesir 
4. Maulana Muhammad Al-Maghrabi, asal Maroko 
5. Sunan Kudus, asal Palestina 
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina 
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim 
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim 
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim

Wali Songo Angkatan ke-4,1473 M, terdiri dari :
1. Sunan Ampel, asal Champa, Muangthai Selatan 
2. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim 
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak 
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon 
5. Sunan Kudus, asal Palestina 
6. Sunan Gunung Jati, asal Palestina 
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim 
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim 
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim.

Wali Songo Angkatan ke-5,1478 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim 
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah 
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak 
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon 
5. Sunan Kudus, asal Palestina 
6. Syaikh Siti Jenar, asal Persia, Iran 
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim 
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim 
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim.

Wali Songo Angkatan ke-6,1479 M, terdiri dari :
1. Sunan Giri, asal Belambangan,Banyuwangi, Jatim 
2. Sunan Muria, asal Gunung Muria, Jawa Tengah 
3. Raden Fattah, asal Majapahit, Raja Demak 
4. Fathullah Khan (Falatehan), asal Cirebon 
5. Sunan Kudus, asal Palestina 
6. Sunan Tembayat, asal Pandanarang 
7. Sunan Bonang, asal Surabaya, Jatim 
8. Sunan Derajat, asal Surabaya, Jatim 
9. Sunan Kalijaga, asal Tuban, Jatim.

Syamsul Arifin, berbagai sumber
SELAMATKAN GENERASI MUSLIM DARI PEMBODOHAN DAN KEBOHONGAN SEJARAH !!!

Awal Islam masuk di Indonesia

Sebelum kita mengenal beberapa teori tentang penyebaran Islam di Nusantara, perlu di perhatikan bahwa Politik Luar Negeri Negara Khilafah terdiri dari dua; Da’wah dan Jihad. Awalnya negeri yang di targetkan akan di beri da’wah, ketika menerima maka tidak ada perang di sana. 

Namun, ketika menolak, maka akan terjadi Jihad dan Futuhat (Pembebasan). Dua hal ini adalah politik Luar Negeri, dimana di setiap perkembangan akan di sampaikan kepada Khalifah. Itu pula yang terjadi di Indonesia. Jika penyebaran Islam di lakukan oleh pedagang semata, bukan Da’i atau utusan, maka apakah akan ada laporan kepada Khalifah? Lalu, apakah penyebaran lewat jalur perdagangan merupakan Politik Luar Negeri? Apakah penyebaran Islam dengan jalur perdagangan hanya propaganda untuk menutupi bahwa Nusantara pernah menjadi fokus Da’wah Islam dan menjadi bagian dari Khilafah?

Dari teori Islamisasi oleh Arab dan China, Hamka dalam bukunya Sejarah Umat Islam Indonesia, mengaitkan dua teori Islamisasi tersebut. Islam datang ke Indonesia pada abad ke-7 Masehi. Penyebarannya pun bukan dilakukan oleh para pedagang dari Persia atau India, melainkan dari Arab. Sumber versi ini banyak ditemukan dalam literatur-literatur China yang terkenal, seperti buku sejarah tentang China yang berjudul Chiu Thang Shu.
Menurut buku ini, orang-orang Ta Shih, sebutan bagi orang-orang Arab, pernah mengadakan kunjungan diplomatik ke China pada tahun 651 Masehi atau 31 Hijriah. 

Empat tahun kemudian, dinasti yang sama menerima delegasi dari Tan Mi Mo Ni’, sebutan untuk Amirul Mukminin. Selanjutnya, buku itu menyebutkan, bahwa delegasi Tan Mi Mo Ni’ itu merupakan utusan yang dikirim oleh khalifah yang ketiga. Ini berarti bahwa Amirul Mukminin yang dimaksud adalah Khalifah Utsman bin Affan.

Pada masa berikutnya, delegasi-delegasi muslim yang dikirim ke China semakin bertambah. Pada masa Khilafah Umayyah saja, terdapat sebanyak 17 delegasi yang datang ke China. Kemudian pada masa Dinasti Abbasiyah, ada sekitar 18 delegasi yang pernah dikirim ke China.
Bahkan pada pertengahan abad ke-7 Masehi, sudah terdapat perkampungan-perkampungan muslim di daerah Kanton dan Kanfu. 

Sumber tentang versi ini juga dapat diperoleh dari catatan-catatan para peziarah Budha-China yang sedang berkunjung ke India. Mereka biasanya menumpang kapal orang-orang Arab yang kerap melakukan kunjungan ke China sejak abad ketujuh. Tentu saja, untuk sampai ke daerah tujuan, kapal-kapal itu melewati jalur pelayaran Nusantara.
Beberapa catatan lain menyebutkan, delegasi-delegasi yang dikirim China itu sempat mengunjungi Zabaj atau Sribuza, sebutan lain dari Sriwijaya. Mereka umumnya mengenal kebudayaan Budha Sriwijaya yang sangat dikenal pada masa itu. 

Kunjungan ini dikisahkan oleh Ibnu Abd al-Rabbih, ia menyebutkan bahwa sejak tahun 100 hijriah atau 718 Masehi, sudah terjalin hubungan diplomatik yang cukup baik antara Raja Sriwijaya, Sri Indravarman dengan Khalifah Umar Ibnu Abdul Aziz.
Lebih jauh, dalam literatur China itu disebutkan bahwa perjalanan para delegasi itu tidak hanya terbatas di Sumatera saja, tetapi sampai pula ke daerah-daerah di Pulau Jawa. 

Pada tahun 674-675 Masehi, orang-orang Ta Shi (Arab) yang dikirim ke China itu meneruskan perjalanan ke Pulau Jawa. Menurut sumber ini, mereka berkunjung untuk mengadakan pengamatan terhadap Ratu Shima, penguasa Kerajaan Kalingga, yang terkenal sangat adil itu.

Pada periode berikutnya, proses Islamisasi di Jawa dilanjutkan oleh Wali Songo. Mereka adalah para muballig yang paling berjasa dalam mengislamkan masyarakat Jawa. Dalam Babad Tanah Djawi disebutkan, para Wali Songo itu masing-masing memiliki tugas untuk menyebarkan Islam ke seluruh pelosok Jawa melalui tiga wilayah penting. 

Wilayah pertama adalah, Surabaya, Gresik, dan Lamongan di Jawa Timur. Wilayah kedua adalah, Demak, Kudus, dan Muria di Jawa Tengah. Dan wilayah ketiga adalah, Cirebon di Jawa Barat. Dalam berdakwah, para Wali Songo itu menggunakan jalur-jalur tradisi yang sudah dikenal oleh orang-orang Indonesia kuno. Yakni melekatkan nilai-nilai Islam pada praktik dan kebiasaan tradisi setempat. 

Dengan demikian, tampak bahwa ajaran Islam sangat luwes, mudah dan memenuhi kebutuhan masyarakat Jawa.
Selain berdakwah dengan tradisi, para Wali Songo itu juga mendirikan pesantren-pesantren, yang digunakan sebagai tempat untuk menelaah ajaran-ajaran Islam, sekaligus sebagai tempat pengaderan para santri. 

Pesantren Ampel Denta dan Giri Kedanton, adalah dua lembaga pendidikan yang paling penting di masa itu. Bahkan dalam pesantren Giri di Gresik, Jawa Timur itu, Sunan Giri telah berhasil mendidik ribuan santri yang kemudian dikirim ke beberapa daerah di Nusa Tenggara dan wilayah Indonesia Timur lainnya.
Penjajah Belanda Menghapuskan Jejak Khilafah.

Pada masa penjajahan, Belanda berupaya menghapuskan penerapan syariah Islam oleh hampir seluruh kesultanan Islam di Indonesia. Salah satu langkah penting yang dilakukan Belanda adalah menyusupkan pemikiran dan politik sekular melalui Snouck Hurgronye. Dia menyatakan dengan tegas bahwa musuh kolonialisme bukanlah Islam sebagai agama.
Dari pandangan Snouck tersebut penjajah Belanda kemudian berupaya melemahkan dan menghancurkan Islam dengan 3 cara. 

Pertama: memberangus politik dan institusi politik/pemerintahan Islam. Dihapuslah kesultanan Islam. Contohnya adalah Banten. Sejak Belanda menguasai Batavia, Kesultanan Islam Banten langsung diserang dan dihancurkan. Seluruh penerapan Islam dicabut, lalu diganti dengan peraturan kolonial.

Kedua: melalui kerjasama raja/sultan dengan penjajah Belanda. Hal ini tampak di Kerajaan Islam Demak. 

Pelaksanaan syariah Islam bergantung pada sikap sultannya. Di Kerajaan Mataram, misalnya, penerapan Islam mulai menurun sejak Kerajaan Mataram dipimpin Amangkurat I yang bekerjasama dengan Belanda.

Ketiga: dengan menyebar para orientalis yang dipelihara oleh pemerintah penjajah. Pemerintah Belanda membuat Kantoor voor Inlandsche zaken yang lebih terkenal dengan kantor agama (penasihat pemerintah dalam masalah pribumi). Kantor ini bertugas membuat ordonansi (UU) yang mengebiri dan menghancurkan Islam. Salah satu pimpinannya adalah Snouck Hurgronye.

Dikeluarkanlah: Ordonansi Peradilan Agama tahun 1882, yang dimaksudkan agar politik tidak mencampuri urusan agama (sekularisasi); Ordonansi Pendidikan, yang menempatkan Islam sebagai saingan yang harus dihadapi; Ordonansi Guru tahun 1905 yang mewajibkan setiap guru agama Islam memiliki izin; Ordonansi Sekolah Liar tahun 1880 dan 1923, yang merupakan percobaan untuk membunuh sekolah-sekolah Islam. Sekolah Islam didudukkan sebagai sekolah liar.

Demikianlah, syariah Islam mulai diganti oleh penjajah Belanda dengan hukum-hukum sekular. Hukum-hukum sekular ini terus berlangsung hingga sekarang. Walhasil, tidak salah jika dikatakan bahwa hukum-hukum yang berlaku di negeri ini saat ini merupakan warisan dari penjajah; sesuatu yang justru seharusnya dienyahkan oleh kaum Muslim, sebagaimana mereka dulu berhasil mengenyahkan sang penjajah: Belanda


Minggu, 15 November 2015

Ketika Paris Menangis

Tiada habis berita Paris.
Dunia "menangis".
Berita kupas habis ," Kikis"
dari mendung hingga "gerimis"
baik naik kelapa atau naik "Altis".
Saat makan keju tumis dan kue "lapis". ...

Saat Palestina  hari2 bertembung Zionis .
Besar tersedu sedu dunia "menagis".
Air mata dunia dilayar emas "laris".
Dilayar perak "romantis".
Dilayar perunggu "melankolis".
Mengalir jauh ke Bengawan Solo
dan sungai Tigris !
Miris, teriris ...

Dimana kau taruh air matamu iblis?

Que Sera Sera
-Btm, 3 Safar 1437 H-

Kamis, 12 November 2015

Fitnah seakan adanya kaum Wahai


🌍 CATATAN MENGENAI FITNAH INGGRIS DAN SYI'AH AKAN SEAKAN ADANYA KAUM WAHABI 

Bismillah.

Dengan hormat.

Semoga menjadi rahmat.

Maaf, menyikapi perkembangan beberapa tahun ini, sampai tahun 1437/2015 ini, sungguh sayang sekali, salah satu kaum dan orang tersesat dan mungkin tertolol, bahkan terjahat dalam Islam atau dunia lain, adalah yang sampai benar-benar percaya bahwa golongan 'Wahabi' atau 'Wahhabi' itu benar-benar ada.

Padahal ini HANYALAH kesalahan-sebut kaum Inggris terhadap para murid dari mendiang ustadz, bernama:

Syaikh (tuan guru) MUHAMMAD bin 'Abdul Wahhab AT TAMIMI - Allah yaa Arhamu - dari Arabia Tengah (Saudi kini) yang terlanjur populer atau dipropagandakan saja. Dan kemudian ini dimanfaatkan Syi'ah untuk mengadu-domba.

Nama beliau, tentu saja adalah "Muhammad", dan bukannya "'Abdul Wahhab" atau bahkan "Wahhab". 

Jadi nama sebenarnya, adalah "Muhammad At Tamimi". Alias bapak "Muhammad", dari keluarga/kabilah atau suku Arab "At Tamimi".

Dan keluarga "At Tamimi" ini sendiri banyak jumlahnya, di Nusantara RI, di Yaman, di Saudi, dll., serta in syaa Allah adalah keturunan keluarga "Bani Tamim" yang dihormati sejak dari masa Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam.

Nama "'Abdul Wahhab" yang diplesetkan ke - seakan "Wahhabi" itu - sendiri adalah nama AYAHNYA.

Dan nama "Wahhab" atau "Al Wahhab" sendiri adalah NAMA dari ALLAH (ASMAUL HUSNA).

"Al Wahhab" bukanlah namanya atau bapaknya, yakni yang - sekali lagi - adalah bernama 'Abdul Wahhab (artinya adalah Hamba dari ALLAH Al Wahhab).

Dan maka, lantas, adalah amat salah besar secara Tata Bahasa Arab dan amat lucu pula, jika sampai muridnya atau pengikutnya sampai dinamai "Wahhabi" atau "Wahabi" demikian.

Dan tidak ada pula orang Islam berilmu, sehat waras yang sampai berani memakai nama "WAHHAB", karena ini adalah nama ALLAH!

Jelas itu akan salah secara 'Aqidah jika sampai berani demikian, atau sampai MENYEBUT orang lain demikian, dan bahkan mengkonotasikannya jelek!

Padahal 'pengikut' petunjuk ALLAH AL WAHHAB tentu saja, adalah MUSLIMIIN terbaik! Seharusnya. Namun penyebutan macam ini tentu tak lazim.

Apalagi masih ada juga usaha menyamakan antara kelakuan 'Abdul Wahhab bin Rustum - seorang pemimpin kaum Khawarij, ekstrimis - yang hidup tak jauh sesudah masa Salafus Sholih alias sekitar 1.100-1.200 tahunan lalu DENGAN Syaikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab at Tamimi itu - seorang ustadz Ahlus Sunnah Wal Jama'ah atau Salafiyyuun dari Arabia Tengah (kini menjadi Saudi Arabia setelah kekholifahan Turki hancur di tahun 1924 Masehi) biasa - yang hidup sekitar 800-900 tahunan setelahnya!

Ini adalah dua (2) orang yang berbeda, dan dua orang yang hidup di masa yang jauh berbeda ratusan tahun, dan mengajarkan hal yang berbeda!

Tapi ini disamarkan oleh para pemfitnah penuh kebohongan, untuk memecah Islam itu!

Maka tak mungkin pula ada golongan "Wahhabi" dst., kecuali orang tolol, jahil, tak cukup pengetahuannya, berniat merusak Islam, MENYEBUTNYA demikian! Dengan ia sadari atau tidak ia sadari!

Seharusnya, sebut saja pengikut Syaikh Muhammad At Tamimi itu dengan "Muhammadiyah".

Ini masih benar secara Tata Bahasa Arab. Dan di tafsir Ibnu Katsir, jelas disebutkan, bahwa para pengikut Rosululloh Muhammad - shollollohu 'alaihi wasallam - JUGA memang dapat disebut sebagai "Muhammadiyyah".

Dan sebutan ini kemudian dimanfaatkan seorang keturunan Ahlul Bait-keturunan Wali Songo (dari jalur Azmat Khan dari Al Hasan bin Ali) dan Raja-Raja Jowo, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan - Allah yaa arhamu - untuk menamai organisasi massanya, menjadi "Muhammadiyah", hingga kini.

Jadi Muhammad At Tamimi (dan bani Tamimi atau Tamim ini banyak di mana2 juga di RI dan Malaysia), adalah seorang ustadz/syaikh Ahlus Sunnah wal Jama'ah biasa. 

Beliau mengajarkan 'Aqidah, Ushuluddiin, Syari'ah, 'Adab, metode Fiqh dan lain-lain dari Al Qur'an, dari As Sunnah (Al Hadits), juga dari 4 madzhab, 4 Imam Hadits-Fiqh yakni Hanafi-Maliki-Syafi'i-Hanbali, seperti semua ahli lainnnya, namun beliau lebih senang memakai metode Fiqh Ahmad bin Hanbal, Imam Hanbali. 

Apa anehnya, jika demikian, lantas?

Ahlus Sunnah mengakui dan boleh saja memakai keempatnya. Atau salah satunya.

Yang mana saja hasil ijtihad, fiqh, dari para Imam sesudah masa Salafush Sholih itu.

Silahkan saja.

Sementara Ushuluddiin, 'Aqidah, dll. dari semuanya mereka, sama. 

Yakni Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Sunni. ISLAM.

Namun beliau - dan juga semua Syaikh Sunni yang cukup ilmunya - memang amat anti Syi'ah.

Hingga Syi'ah pun amat benci terhadap beliau dan para muridnya, hingga kini.

Dan memfitnahinya.

Seperti itu.

Apalagi di masa Perang Sunni-Syi'ah Internasional kini antara negara-negara Ahlus Sunnah wal Jama'ah (Sunni) yang dipimpin oleh Arab Saudi, dan diikuti oleh negara Ahlus Sunnah Wal Jama'ah lainnya macam Qatar, UEA, Bahrain, Oman, Kuwait, Sudan, Tunisia, Senegal, Maroko, Turki, Pakistan, Mesir, dst. sampai Malaysia dari Asia Tenggara, melawan Syi'ah Hutsi (Houti) yang mengkudeta kaum Sunni di Yaman, dan dibantu Iran!

Apakah semua negara-negara musuh Syi'ah itu, wahabi?

Apakah begitu bodohnya mereka sampai mau saja dikomandani Saudi yang dikesankan bukan Sunni tapi 'wahabi'? Malah dapat sampai dikesankan bukan Islam? Yang sebenarnya golongan "wahabi" atau "wahhabi" itu pun tak pernah ada pula?

Dan KESALAHAN SEBUT ini lalu dimanfaatkan SYI'AH untuk memecah adu-domba, seakan ini ada, dan aneh, salah, bahkan bukan Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 

Terutama di Indonesia!

Yang di RI ini dikarunia Sumber Daya Alam besar dan Sumber Daya Manusia banyak, namun masih banyak orang awwam agama. 

Dan Syi'ah dan Kafiruun lainnya tentu saja menginginkan ini! 

Apalagi di masa perang Sunni vs Syi'ah internasional kini! Untuk sumber pendukung perangnya!

Lihat saja kini, bagaimana cengkeraman Iran di masa pemerintahan Jokowi-JK kini terhadap itu?

Dan tentu saja - maaf - secara alami, secara mayoritas, kaum awwam ini juga banyak di NU.

Sementara mendiang Gus Dur - Allah yaa arhamu - amat terkenal dengan pernyataannya, bahwa memang sungguh banyak ritual khas NU, ternyata diambil dari ritual Syi'ah. 

Bahkan beliau sampai berkata, lebih-kurang, "NU itu (seperti) Syi'ah tanpa Imamiyah." Namun tetap mengklaim dirinya sebagai Sunni, Ahlus Sunnah wal Jama'ah. 

Sementara sebenarnya mengambil juga dasar 'Aqidah dari Asy'ariyyah, Maturidiyyah, ritual dan 'aqidah Sufi/Tasawuf, dan ritual Syi'ah. 

Dan - maaf - NU kini agak berbeda dengan apa-apa wasiat mendiang pendirinya yakni Kyai Haji Hasyim Asy'ary - seorang keturunan Ahlul Bait/Wali Songo yang juga kawan dan saudara dari Kyai Haji Ahmad Dahlan pendiri Muhammadiyah yang keduanya adalah Ahlul Bait - yang melarang Nahdliyyiin mengikuti Syi'ah, mengecam budaya peringatan dan makan-makan tahlilan hari kematian, mengharaamkan musik, dst., sebagaimana ada di Qanun beliau dan para pendiri NU di awal abad XX Masehi, tahun 1926. Muhammadiyah sendiri lahir di tahun 1914, Al 'Irsyad di tahun 1915, PERSIS di tahun 1923. NU adalah paling muda di antara mereka, namun massanya kiranya terbesar, terutama di kota kecil dan pedesaan yang banyak orang awwamnya.

Terutama sejak NU kini diketuai K. H. Said 'Aqil Siradj (SAS), yang banyak membuat pernyataan meresahkan masyarakat. Karenanya pula kini ada gerakan "NU Garis Lurus" dan usaha mengganti SAS itu.

Dan potensi pemanfaatan ini tentu amat disenangi kaum Syi'ah!

Padahal penyebutan "Wahabi" ini sendiri, sudah jelas, SALAH secara 'AQIDAH, TATA BAHASA ARAB dan SEJARAH (adapun penyebutan "Wahabi" di atas hanya agar kaum awwam mengerti saja).

Karena sesungguhnya mereka yang difitnahi demikian, adalah Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Dan terakhir memeriksa website Muhammadiyah, memang K. H. Ahmad Dahlan - Allah yaa Arhamu - juga belajar dari ajaran Syaikh Muhammad at Tamimi itu, selain ajaran para Syaikh lain, sesama Syaikh Ahlus Sunnah wal Jama'ah.

Dan sebagian orang mungkin pula melupakan bahwa Syaikh Ahmad Surkati al Anshori, murid dari murid Syaikh Muhammad at Tamimi - yang pengikutnya difitnahi sebagai Wahabi itu - juga adalah GURU dari para generasi pertama dari Ormas Islam RI:

- Muhammadiyah (didirikan pahlawan nasional KH. Ahmad Dahlan asal Jawa dan yang masih keturunan Ahlul Bait Nabi serta Bangsawan Jawa juga dan pribumi muslimiin)

- Al 'Irsyad (didirikan oleh para pionir pejuang RI keturunan Arab-Yaman dan pribumi muslimiin)

- Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia atau DDII (didirikan pahlawan nasional DR. M. Natsir asal Minangkabau dan pribumi muslimiin) yang lahir sesudah masa kemerdekaan RI.

- PERSIS (didirikan di Bandung oleh pribumi muslimiin)

Dan dari 4 besar Ormas Islam pionir RI ini - di luar NU yang jalur guru-gurunya cukup lain karena juga banyak mengakomodir ajaran Asy'ariyah, Maturidiyah, Sufi/Tasawuf, bahkan sebagian ritual Syi'ah, namun mengaku sebagai Ahlus Sunnah wal Jama'ah dan menganut Fiqh Madzhab Syafi'iyyah namun kini sayangnya kurang melaksanakan sebagian Fiqhnya - kemudian lahirlah juga Ormas Islam lain:

- Hidayatullah

- Al Shofwah

- Wahdah Islamiyah

- HASMI

Dll.

Dan ingatlah bahwa SEMUA pengikut kaum Salafush Sholih (kaum pendahulu yang salih) - yakni Rosululloh shollollohu 'alaihi wasallam dan para Nabi, lalu para Sahabat Nabi, Tabi'iinnya, dan Tabi'ut Tabi'iinnya - TENTU SAJA secara Tata Bahasa dan Sejarah serta 'Aqidah, disebut sebagai "Salafiyyuun" yang artinya "Pengikut kaum Salaf" atau disingkat saja sebagai "Salafi".

"Salafiyyuun" atau "Salafi" ini sendiri bukan organisasi. Bukan pula suatu golongan dalam Islam. Walau ada di manapun di dunia ini.

Karena semua Muslimiin HARI INI yang ingin jadi yang terbaik, selamat, tentu saja adalah disebut sebagai "Salafiyyuun", alias adalah "pengikut Kaum Salafush Sholih" itu. 

Mereka Salafush Sholih, tentu saja adalah teladan, idola, dari kaum Muslimiin yang sehat waras. 

Sampai kapanpun.

Sementara kaum Salafush Sholih itu sendiri dipuji dan dijamin Allah sebagai yang TERBAIK, di Al Qur'an dan Hadits, sampai kapanpun. Sampai KIAMAT.

Dan SEMUA Ormas Islam RI - selain NU kini - itu yang amat disiplin berpegang kepada Al Qur'an dan As Sunnah (Al Hadits) dan didirikan para Ahlul Bait, Ulama, pahlawan pejuang kemerdekaan RI, dan keturunannya, jelas TIDAK MELAKUKAN:

- Tahlilan peringatan hari kematian dan makan-makannya di hari-hari peringatan kematian orang yang kebiasaan ini, sisa kebiasaan ajaran Hindu Jawa Majapahit dan sebelumnya. Bahkan masih ada benang merahnya dengan Hindu Bali kini. Dan ini pun dikecam para pendiri NU di Muktamar NU I 1926 Masehi sebagai bid'ah yang tercela.

- Yaa Siinan malam Jum'at melainkan membaca QS Al Kahfi sebagaimana perintah di Hadits

- Nujuh Bulanan yang ini juga sisa ajaran Hindu Jawa

- Maulidan Nabi yang peringatan ini diciptakan Syi'ah Fathimiyyah, termasuk Maulid Ali, Maulid Fathimah, Maulid Hasan, Maulid Husain, Maulid Raja Mesir, dll.

- Qunutan, kecuali ada bahaya terhadap muslimiin

- suka sedikit-sedikit ke kuburan keramat dan cari barokah bahkan beribadah di sana

- Dll., yang konon 'ritual khas NU dan/atau Jawa'.

Maka kalau kaum Syi'ah yang MENYUSUP di NU - yang banyak kaum awwam bahkan buta huruf tak berpendidikan namun jumlahnya banyak - dan tempat lain itu mengata-ngatai Muslimiin, Ahlus Sunnah wal Jam'ah, Salafiyyuun, bahkan aneka Ormas Islam RI lain sebagai 'wahabi', dan diikuti kaum jahil, dengan segala fitnahnya, maka seharusnya mereka belajar dulu ini.

Supaya mulut mereka tak dirobek malaikat nanti.

Karena menambahi kekeruhan. Menjelang atau sudah di masa Al Malhamah Al Kubro atau Al Majiduun atau Armageddon atau Perang Terbesar Umat Manusia di Akhir Jaman ini yang membedakan antara kebenaran dan keburukan-kesalahan sebelum Kiamat.

Tertanda:

- Koordinator dan pengurus PAGI FB (Perkumpulan Administrator Grup Islam di FB) -


Dari sumber: https://m.facebook.com/groups/1027736050574449?view=permalink&id=1195174873830565&ref=m_notif&notif_t=group_activity


Link video: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=187348884935129&id=100009800553762&ref=m_notif&notif_t=group_activity



Pengikut